![]() |
KH. Ali Maksum |
Salah satu kalam yang masih terngiang hingga saat ini yaitu
اَحْسِنْ اِلَى مَنْ أَسَاءَ اِلَيْكَ
Saya dapatkan kalam itu tahun 1999 dalam Mata Pelajaran Mahfuẓāt di MTs Ali Maksum. Guru yang waktu itu mengampu adalah al-marhum al-maghfur lahu KH. Raden Abdul Hafidz bin KH. Raden Abdul Qodir bin KH. M. Munawwir bin Abdullah Rosyad. Seorang ‘alim, ḥāfiẓ al-Qur’ān, dan sangat menyenangkan. Salah seorang cucu dari KH. Muhammad Munawwir pendiri Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Arti kalam tersebut adalah
“berbuat baiklah meskipun kepada orang yang berbuat buruk kepadamu”
Sebuah pesan yang, bagi
saya, begitu dalam sekaligus sangat berat menjalankannya. Sebagai manusia biasa,
tentu ketika dijahati oleh orang lain, jangankan berbuat baik, sekadar
menyapanya lagi saja ogah-ogahan. Bahkan terkadang, hasrat untuk
membalas keburukan yang sama lebih mendominasi. Minimal kemudian yang keluar dari
mulut kita adalah sumpah serapah, nyumpahin, mendoakan keburukan, dan
segala jenis pembalasan sebisa mungkin dilakukan.
Namun apakah
demikian ajaran guru-guru kita?
Saya pun teringat
cerita dari kiai-kiai kami, bagaimana sikap Mbah Ali (KH. Ali Maksum) Allahu
yarham ketika di umur sepuhnya dipukul oleh mantan salah seorang
santrinya yang hilang ingatan dengan linggis. Kejadian memilukan dan membuat gregeten
semua orang terjadi selepas Mbah Ali turun dari podium. Ya, waktu itu beliau
tengah mengisi acara haul KH. Bisri Musthofa di PondokPesantren Roudhotul Tholibin Leteh, Rembang. Mbah Ali yang sudah sepuh itu
dihajar habis-habisan. Kepala beliau dipukul dengan lempak sampai ambruk
namun tetap dalam keadaan sadar. Perut beliau pun dipukul dengan sangat keras. Setelah
kejadian tersebut, Mbah Ali kemudian dibawa ke RSU Rembang sambil menahan sakit,
memegangi kepala yang bercucuran darah, untuk diopname.
Setelah sempat dirawat
selama sebulan di RSU Rembang, Mbah Ali kemudian dipindah ke RSUP Sardjito Yogyakarta. Alhamdulillah,
keadaan beliau semakin membaik dan akhirnya bisa pulang ke Krapyak. Beliau bisa
menemui tamu dengan duduk, melaksanakan salat Jumat, bahkan kembali mengajar. Atas
kejadian yang tentu membuat geram semua orang itu, bisa jadi kalau bukan Mbah
Ali, tidak akan memaafkannya, bahkan bisa jadi membalasnya. Namun sungguh di
luar dugaan, beliau memaafkan.
Mbah Galuh sapaan akrab Ahmad Athoillah dalam KH.Ali Maksum; Ulama, Pesantren, dan NU menyebutkan, sebagaimana ditirukan oleh
Kiai Hasbullah -menantu Mbah Ali- beliau ngendika
“Ya Allah
maafkan dia, anak yang tidak tahu…Dia sebenarnya anak yang berbakat.”
Keluhuran budi
yang membuat saya menangis. Bagaimana bisa, setelah mendapat serangan yang
sangat jahat tersebut, beliau memaafkannya? Bahkan dalam pesannya yang sangat
fenomenal, Mbah Ali ngendika
“kabeh anak-anak
ku lan santriku ora keno dendam lan ora keno anyel”
(semua
anakku dan para santriku, tidak boleh dendam dan benci)
Sungguh, gambaran
nyata bagaimana budi pekerti dan akhlak yang sangat baik diperlihatkan. Cinta
kasih, welas asih, begitu nyata dicontohkan. Tidak saja kepada mereka yang
baik, bahkan kepada yang berbuat buruk. Sikap welas asih itu tetap diterapkan. Akhlak
yang sangat patut untuk kita tiru. Semoga.
Untuk para guru kita, al-fātiḥah
0 Comments
Posting Komentar