Cinta, hanya akan tertahan di lisan sampai ia diungkapkan.
Cinta, hanya akan jadi hayalan sampai ia diwujudkan. Mengaku cinta, maka sebutlah
ia. Mengku cinta, maka buktikanlah. Karena cinta mempunyai tanda dan memerlukan
pembuktian.
Kepada siapa cinta kita sepatutnya tertambat? Tentu saja
jawabannya adalah kepada Kanjeng Nabi Muhammad saw. Beliau adalah orang yang
wajib dicintai oleh semua umat. Bahkan cinta kepadanya, harus dimenangkan atas
cinta kepada orang tua, istri, anak, keluarga, dan semuanya.
Mencintainya tidak akan bertepuk sebelah tangan. Mencintainya
pasti akan berbalas indah. Mencintai Nabi, anti patah hati, bahkan berbalas sejuta
kali. Namun, lagi-lagi, cinta mengharuskan bukti. Sehingga tidak hanya berada
dalam alam imajinasi.
Bagaimana membutikan cinta?
Tanda seorang sedang jatuh cinta, ia akan selalu menyebut namanya.
Dalam kondisi apapun, sesuatu yang ia cinta, akan senantiasa ia bawa. Dalam situasi
apapun, sesuatu yang ia cinta, akan ia jadikan topik utama. Bahkan disebutkan;
من أحب شيئا أكثر من ذكره، ومن أكثر من
ذكر شئ أحبه
“Siapapun yang mencintai sesuatu, namanya akan selalu ia
sebut. Siapapun yang sering menyebut sesuatu, maka menjadi tanda, ia
mencintainya”
Tanda nyata bahwa kita mengaku cinta kepada Kanjeng Nabi
adalah lisan kita senantiasa mengucap namanya. Mulut kita selalu memujinya. Hati
kita mendengungkan nama dan memujinya. Laku kita mencerminkan kepribadiannya. Tingkah
kita tidak mengecewakannya.
Bahkan Tuhan pun telah secara jelas mengajarkan cara mencintai
kekasih-Nya itu. Allah memberi tahu kedudukan Sang Terkasih di sisi-Nya. Allah
memujinya di hadapan para malaikat, dan mereka pun memujinya. Allah memberitahu
sekaligus memerintahkan kita semua untuk selalu memujinya. Sehingga pujian
manusia sebagai penduduk bumi berpadu dengan pujian para penduduk langit. Semua
tertuju pada kemuliaan Baginda Nabi Muhammad saw.
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya
Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh
penghormatan kepadanya.”
Melantunkan
dan melazimkan selawat, dengan demikian merupakan bukti nyata pertama cinta
kita kepada Baginda. Selalu menyebut nama Sang Terkasih (berselawat), adalah bukti
bahwa kita sangat mencintainya.
Beragam
redaksi selawat yang telah banyak disusun, merupakan bukti sanjungan dan pujian
tertinggi hanya ditujukan kepada Sang Penebar Rahmat. Maulid al-Barzanjī,
Maulid al-Dibā’ī, Maulid Simtuddurār, bahkan sampai yang terpendek, kita
mengenalnya dengan selawat Jibril صلّى اللّه على محمّد,
merupakan sekian dari jutaan ekspresi itu.
Lebih-lebih
pada bulan ini, Rabiul Awal. Bulan kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad saw. Karena ini
pula, nama bulan lebih dikenal dengan Bulan Maulid. Orang Jawa menyebutnya
dengan Wulan Mulud. Gegap gempita ekspresi kesenangan, kegembiraan, dan pujian,
menjadi bukti kerinduan yang sangat dan kecintaan yang mendalam kepada Beliau.
Namun,
bahasa cinta hanya dapat dipahami oleh para pecinta. Bahasa rindu hanya
dimengerti oleh para perindu. Memuji Kanjeng Nabi dengan tingkat pujian tertinggi
adalah ekspresi rindu dan cinta kepadanya. Tentu rindu ingin bertemu, dan cinta
ingin berjumpa. Lantunan selawat dikumandangkan
sepanjang bulan, bahkan sepanjang tahun. Satu-satunya alasan adalah karena
rindu dan cinta. Karena selain syafaatnya, apa yang bisa kita andalkan?
Lisan
dan hati selalu menyebut namanya. Laku dan tingkah mencerminkan kepribadiannya.
Kanjeng
Nabi Muhammad adalah orang yang paling sayang kepada anak yatim dan kaum papa.
Kanjeng
Nabi Muhammad adalah orang yang paling menghormati keluarganya, isteri dan
anak-anaknya.
Kanjeng
Nabi Muhammad adalah orang yang paling memahami dan menerima perbedaan, tidak
saja kepada orang yang berbeda, bahkan kepada orang yang nyata-nyata
memusuhinya.
Maka bukti
cinta kita kepadanya, kita berlaku sepertinya. Adakah kita sudah menyangi
mereka yang disayanginya? Adakah kita sudah menghormati mereka yang
dihormatinya? Adakah kita sudah berlemah lembut sebagaimana Nabi Muhammad
ajarkan?
0 Comments
Posting Komentar