Ilustrasi Khamr sumber gambar: bincangsyariah |
Salah satu tujuan utama syariat Islam ialah melindungi akal (ḥifz al-‘aql). Akal merupakan karunia yang hanya Allah berikan kepada manusia. Dengannya, manusia berbeda dengan makhluk Allah yang lain. Menjaga kesehatan dan kewarasan akal mendapatkan posisi yang sangat penting. Dalam rangka menjaga akal ini, Islam memerintahkan umatnya untuk belajar, mengonsumsi makanan yang sehat, dan di saat yang sama melarang mereka mengonsumsi minumam keras (khamr).
Larangan
mengonsumsi khamr tersebut diperkuat dengan adanya sanksi bagi
pelanggarnya. Siapapun yang minum minuman keras, ia terkena hukuman 40 atau 80 kali
cambukan di punggung. Penting untuk dipahami bahwa hukuman ini hanya boleh
dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh sembarang orang. Sementara hukuman akhirat,
tentu lebih mengerikan lagi.
Khamr
secara harfiah bermakna menutup. Hal ini sesuai dengan makna istilah yaitu
segala sesuatu yang menutup akal pikiran. Pada awalnya, khamr ini
merujuk pada perasan anggur dan kurma. Namun begitu, segala jenis nabidz
(fermentasi) yang diduga kuat dapat memabukkan masuk ke dalam kategori khamr.
Hukum
Mengonsumsi Khamr
Dalam
sejarahnya, Islam tidak serta merta mengharamkan khamr. Dengan arif dan
bijaksana, dengan memerhatikan sisi kondisi sosio-kultur masyarakat waktu itu, hukum
khamr ini diturunkan secara berangsur-angsur. Ayat pertama yang membicang
masalah ini yaitu Surah al-Naḥl (16) Ayat 67.
وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ
تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ
يَّعْقِلُوْنَ
“Dari buah kurma dan anggur, kamu
membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
mengerti.”
Pada ayat tersebut, minuman yang memabukkan yang biasa
dibuat dari kurma dan anggur disejajarkan dengan rizki lainnya.
Ayat kedua yang mengetengahkan khamr yaitu Surah
al-Baqarah (2): 219.
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ
وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ
ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
“Mereka bertanya kepadamu (Nabi
Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih
besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang
mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa
yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar
kamu berpikir”
Ayat tersebut tidak secara jelas menyebut hukum meminum khamr.
Sehingga dalam riwayat dikatakan bahwa sebagian dari para sahabat tetap meminumnya.
Sampai pada suatu ketika ‘Abdurraḥmān bin ‘Awf mengadakan suatu jamuan yang
salah satu menunya adalah khamr. Dalam perjamuan tersebut, para tamu meminum
sampai mabuk. Sampai tiba waktu salat, salah seorang di antaranya menjadi imam
salat, tentu masih dalam keadaan mabuk. Bacaan salatnya menjadi kacau. Sehingga
turun ayat selanjutnya, yaitu Surah al-Nisā’ (4): 43.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا
الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا
اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى
سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ
فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ
وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا
“Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar
akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu)
dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi
(junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu
kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan
kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci).
Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf
lagi Maha Pengampun.”
Meskipun setelah banyak sahabat yang mulai meninggalkan mengonsumi
khamr, namun karena hukumnya masih belum jelas, ada sebagian kecil sahabat yang
tetap meminumnya. Sampai pada suatu kejadian, dalam perjamuan dihidangkan khmar.
Mereka meminumnya hingga mabuk dan mulai meracau dan saling menggunglkan diri
mereka atas yang lain. Sampai ada salah seorang memukul kepala orang lain. Atas
kejadian tersebut, lalu Allah menurunkan ayat terakhir mengenai khamr
yaitu Surah al-Mā’idah (5): 90-91.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ
فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ
بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ
عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi
nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan.
Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya
setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”
Hukuman Bagi Peminum Khamr dalam Islam
Sampai ayat tersebut terakhir turun, menjadi jelas, bahwa mengonsumsi
khamr hukumnya adalah haram. Ia masuk ke dalam jenis jarimah. Menurut
al-Mawardi, jarimah ialah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak,
yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman ḥadd atau ta’zīr. Namun
demikian, hukuman bagi peminum tidak akan ditemukan di dalam Alquran. Dengan demikian,
hukumannya merujuk pada hadis Nabi saw. sebagai berikut.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى،
وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالاَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ، يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أُتِيَ بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ
فَجَلَدَهُ بِجَرِيدَتَيْنِ نَحْوَ أَرْبَعِينَ . قَالَ وَفَعَلَهُ أَبُو بَكْرٍ
فَلَمَّا كَانَ عُمَرُ اسْتَشَارَ النَّاسَ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ أَخَفَّ
الْحُدُودِ ثَمَانِينَ . فَأَمَرَ بِهِ عُمَرُ
“Anas b. Malik melaporkan bahwa seseorang yang minum
anggur dibawa ke Rasul Allah saw. Dia memberinya empat puluh cambukan dengan
dua cambukan. Abu Bakar juga melakukan itu, tetapi ketika Umar (mengambil
tanggung jawab) kekhalifahan, dia berkonsultasi dengan orang-orang dan Abd
al-Rahman berkata: Hukuman paling ringan (untuk minum) adalah delapan puluh
(derajat) dan 'Umar mereka menetapkan hukuman ini.”
Sementara dalam riwayat yang lain.
وَ لِمُسْلِمٍ عَنْ عَلِيًّ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ فِيْ قِصْةِ الْوَلِيْدِ بْنِ عُقْبَةَ: جَلَدَ رسول الله صلّى الله
عليه وَسلّم أَرْبَعِيْنَ، وَجَلَدَ أَبُوْ بَكْرٍ أَرْبَعِيْنَ، وَجَلَدَ عُمَرُ
ثَمَانِيْنَ، وَكُلِّ سُنَّةٌ، وَهَذَا أَحَبُّ إِلَيِّ . وَفِي الْحَدِيْثِ :
أَنَّ رَجُلاً شَهِدَ عَلَيْهِ أَنَّهُ رَآهُ يَتَفَيَّأُ الْخَمْرَ، فَقَالَ
عُثْمَانُ : إِنَّهُ لَمْ يَتتَقَيَّأْهَا حَتَّى شَرِبَهَا
“Menurut riwayat Muslim dari Ali Radhiyallahu Anhu- tentang kisah Al Walid bin Uqbah: Nabi SAW mencambuknya 40 kali, Abu Bakar mencambuknya 40 kali, dan Umar mencambuk 80 kali. Semuanya sunnah dan ini yang 80 kali lebih saya (Ali) sukai. Dalam suatu hadits disebutkan: ada seseorang menyaksikan bahwa ia melihatnya (Al-Walid bin Uqbah) muntah-muntah arak. Utsman berkata, Ia tidak akan muntah-muntah arak sebelum meminumnya”.
Dengan
demikian menjadi jelas, bahwa peminum khamr, dihukum dengan cambuk, baik 40
maupun 80 kali.
Unsur
Jarimah bagi Peminum Khamr
Suatu
perbuatan dianggap sebagai sebuah tindak pidana (jarimah) ketika terpenuhi
unsur-unsurnya sebagai berikut.
- Unsur Formil (rukun syar’ī); yaitu keberadaan nash yang melarang dan mengancam dengan memberi hukuman. Melalui Surah al-Mā’idah Ayat 90-91 dan hadis di atas, rukun pertama ini terpenuhi.
- Unsur materiil (rukun maddi); yaitu perbuatan yang membentuknya berupa meminum khamr. Sampai seseorang terbukti melakukannya, maka unsur ini terpenuhi.
- Unsur moril (rukun adabi); yaitu pelakunya adalah orang yang cakap hukum dan mukallaf. Sampai peminumnya terbukti merupakan orang yang waras, berumur, muslim, dan mampu bertindak sendiri, maka unsur ini terpenuhi.
Selain ketiga unsur tersebut, sesuatu dapat dikatakan sebagai tindak pidana manakala terpenuhi pula unsur yang lain yaitu
- Syurb (meminum); yaitu peminum secara jelas telah meminum khamr dan telah masuk ke dalam tenggorokan, bukan sekadar berkumur-kumur.
- Niat (sengaja) melawan hukum; yaitu peminum dengan sengaja meminum khamr dengan sadar meminumnya meskipun tahu bahwa tindakannya jelas terlarang.
Dengan
demikian, jika seseorang hanya berkumur-kumur saja dan melakukannya karena
tidak tahu bahwa yang ia minum adalah khamr, atau ia lakukan karena keadaan
darurat, maka hukuman tidak dapat diberikan kepadanya.
Bagaimana
Pembuktiannya?
Jarimah ini dapat dibuktikan dengan beberapa hal berikut.
- Saksi; tentu dengan syarat dan rukun tertentu sehingga bisa masuk kategori saksi. Adapun jumlah saksi yaitu 2 orang laki-laki.
- Pengakuan; peminum mengakui perbuatannya.
- Tanda (qarīnah); bisa dari baunya, dia dalam keadaan mabuk, dan muntah.
Hukumannya?
Sebagaimana
disebut di awal, dalam hukum pidana Islam, peminum dihukum dengan cambuk. Namun
begitu, perlu diketahui apa sebenarnya tujuan adanya hukuman itu.
- Hukuman berfungsi sebagai pencegahan. Seorang pelaku jarimah dihukum agar yang bersangkutan tidak melakukannya lagi. Sementara bagi sosial, maka orang-orang yang belum melakukannya, terhenti niat untuk berbuat jarimah.
- Hukuman berfungsi sebagai pendidikan. Seorang pelaku jarimah yang dihukum tentu saja idealnya akan belajar dari kesalahannya kemudian memperbaiki diri.
- Hukuman berfungsi menegakkan keadilan sehingga tercipta ketertiban dan kedamaian.
Narkoba,
bagaimana kedudukannya dalam Islam?
Narkoba
(narkotika dan obat terlarang) secara jelas tidak disebutkan di dalam Nash. Namun
begitu kemiripan sifatnya, dapat dijumpai. Dalam ushul fikih hal ini disebut
dengan penalaran qiyāsī yaitu menyamakan hukum suatu kasus yang terjadi pada
saat ini dengan hukum suatu kasus pada masa lalu karena ada kesamaan ‘illat atau
sebab. Kesamaan narkoba dengan khamr terletak pada sifatnya; memabukkan (al-muskirāt)
dan menghilangkan atau merusak akal (al-mukhaddirāt).
Dalam
perjalanannya, menurut Syekh Wahbah al-Zuhaylī, al-mukhaddirāt ini sudah
ada sejak permulaan tahun keenam hijriyah. Ia dihukumi sama dengan khamr. Tentu
saja karena ada kesamaan sifat tadi.
Merujuk
pada hadis Nabi saw.
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ:
{لَعَنَ اللهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا ومُبْتَاعَهَا
وعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَها وَالْمَحْمُوْلَةَ إِلَيْهِ وَآكِلَ
ثَمَنِهَا}
Nabi
saw. bersabda, “Allah melaknat minuman keras, orang yang mengkonsumsinya,
yang menuangkannya (kepada orang lain), penjualnya, pembelinya, pemerasnya,
orang yang meminta untuk memeraskannya (membuatkan minuman keras), pembawanya,
orang yang meminta untuk membawakannya, dan orang yang memakan hasil dari
penjualannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Abu Daud dan imam Al-Hakim
dari sahabat Ibnu Umar r.a.
Melalui
hadis tersebut, jelas bahwa semua yang terlibat di dalam khamr mendapatkan
laknat dari Allah SWT.
Pada
perjalanannya, narkoba kemudian terbagi menjadi 3 golongan,
Narkotika golongan I; Narkotika golongan I hanya dibolehkan untuk keperluan ilmu pengetahuan dan teknologi, reagensia diagnostik atau laboratorium. Narkotika jenis ini mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah opiat seperti morfin, heroin (putaw), petidin, candu. Ganja (kanabis), marijuana, hashis. Kokain meliputi serbuk kokain, pasta kokain daun koka.
Narkotika golongan II; Narkotika golongan II adalah bahan baku untuk produksi obat, jadi mereka memang berkhasiat untuk pengobatan, namun digunakan sebagai pilihan terakhir. Narkotika jenis ini bisa menimbulkan potensi ketergantungan tinggi. Contohnya adalah petidin, morphin, fentanil atau metadon.
Narkotika golongan III; Jenis narkotika ini hanya digunakan untuk membantu rehabilitasi. Jenis narkotika ini mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah kodein, difenoksilat.
Bagaimana Sanksi Bagi Pengonsumsi?
Mengacu pada UU No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, Pasal 1 Butir 15 disebutkan bahwa “penyalah guna adalah orang
yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum”.
Para penyalah guna ini berakibat pada ketergantungan (pecandu). Selanjutnya,
para penyalah guna ini akan mendapatkan sanksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal
127 Ayat 1 sebagai berikut.
Setiap Penyalah Guna:
a.
Narkotika Golongan I bagi
diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4
(empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi
diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2
(dua) tahun; dan
c.
Narkotika Golongan III bagi
diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Penyalah guna, meskipun demikian tetap
mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 54, 103, dan
127 Ayat 2 dan 3 yaitu mereka dapat menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Sementara bagi pengedar, hukumannya
dapat melihat isi dari Pasal 113, 114, 118, 119, 120, 122, 123, 124, 125, 126.
Pasal-pasal tersebut menjelaskan dengan rinci bahwa semua kategori narkotika,
mulai dari narkotika ketegori pertama, kedua dan ketiga jika disalahgunakan
dalam hal memproduksi, mengedarkan dan yang lainnya akan digolongkan tindak
kejahatan. Hukumannya pun bermacam-macam, mulai yang paling berat yaitu hukuman
mati atau dikurungan seumur hidup dan paling ringan dikurungankan 5 tahun atau
denda paling banyak sebesar Rp 10.000.000.000 dan paling minim sebesar Rp.
1.000.000.000.
Hukuman Mati bagi Pengedar Narkoba
Narkoba mempunyai efek yang sangat
buruk bagi pengonsumsinya. Karena sangat negatifnya efek ini, maka para produsen,
bandar, pengedar, dan penyalah guna mendapatkan hukuman yang sangat berat. Penyalahgunaan
jenis-jenis narkotika dan berbagai zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan
serta merusak tubuh seperti saraf, otak, dan hati, mempunyai dampak serius pada
kerusakan moral dan sosial masyarakat, khususnya generasi muda, sehingga
mengancam masa depan bangsa dan Negara. Lebih dari itu, saat ini Indonesia
telah menjadi pasar tujuan peredaran narkoba, dan bahkan menjadi produsennya sehingga
semakin banyak korban berjatuhan sebagai pecandu narkoba tanpa batasan usia.
MUI melalui fatwanya No 53 Tahun 2014tentang Hukuman Bagi Produsen, Bandar, Pengedar, dan Penyalah Guna Narkoba memutuskan
dukungan terhadap hukuman mati bagi mereka.
Demikian sekilas mengenai Bahaya
Narkoba dengan segala jenisnya melalui tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif. Semoga
memberi kesadaran kepada kita semua, bahwa narkoba sangat berbahaya bagi kita. Sehingga
jangan ada sedikitpun niat untuk mendatanginya, apalagi mencobanya.
0 Comments
Posting Komentar